Menekan biaya operasional tanpa mengorbankan kualitas pelayanan kesehatan Rumah Sakit

Industri kesehatan di Indonesia baik swasta dan pemerintahan sedang menghadapi era turbulensi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara utama JKN, memiliki peran penting dalam sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Sebagian besar Rumah Sakit, khususnya pemerintahan. Diwajibkan untuk menjalin kerja sama dengan BPJS kesehatan, guna memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN. Namun dalam implementasinya, terdapat ketidaksesuaian antara tarif klaim yang dibayarkan oleh BPJS melalui skema INA-CBGs dan biaya yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit. 

Faktor Penyebab Era Turbulensi JKN

  1. Ketidaksesuaian Tarif Klaim & Biaya Operasional
    Adanya perbedaan tarif klaim yang dibayarkan BPJS melalui skema INA-CBG (Indonesian Case Based Groups) dengan biaya pelayanan riil yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit. Tarif INA-CBG yang dinilai masih lebih rendah dari kebutuhan operasional dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan tenaga medis. Karena secara langsung memengaruhi besaran jasa pelayanan yang mereka terima.
  2. Beban Pasien JKN Melebihi Kapasitas RS
    Jumlah pasien JKN tidak sebanding dengan kapasitas sumber daya Rumah Sakit akan menimbulkan tekanan terhadap kualitas layanan dan stabilitas keuangan. Selain itu, kondisi ini berdampak terhadap penurunan tingkat efisiensi operasional Rumah Sakit secara keseluruhan.
  3. Keterlambatan dan Tinggi Penolakan Klaim
    Klaim pelayanan JKN sering mengalami keterlambatan dan penolakan yang disebabkan oleh proses administrasi panjang dan rumit. Akibatnya berdampak langsung terhadap stabilitas keuangan dan kualitas pelayanan Rumah Sakit.
    Meskipun BPJS Kesehatan menyatakan kondisi Dana Jaminan Sosial (DPS) Kesehatan sehat dan mampu membiayai fasilitas kesehatan secara berkelanjutan, penolakan klaim tetap bisa terjadi. Beberapa penyebabnya antara lain indikasi manipulasi klaim, berkas tidak lengkap, klaim di luar manfaat yang dijamin, kode diagnosa/ perawatan/ prosedur tidak tepat, atau berkas klaim kadaluarsa/terlambat diajukan.
  4. Implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)
    Implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan dimulai bulan Juli 2025 juga akan menambah beban bagi Rumah Sakit. Kebijakan tersebut menuntut untuk merenovasi fasilitas dan meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar yang berlaku. 

Strategi Menghadapi Era Turbulensi JKN

Menghadapi situasi  tersebut, Rumah Sakit harus memiliki strategi untuk menekan biaya operasionalnya tanpa mengorbankan kualitas layanan kesehatan yang sudah ada. Efisiensi operasional menjadi kunci dalam manajemen Rumah Sakit, terutama di tengah keterbatasan sumber daya, peningkatan jumlah pasien, dan tuntutan kualitas. Dengan memanfaatkan platform digital Qitacare, Rumah Sakit dapat menekan biaya operasional dan meningkatkan kualis pelayanan sekaligus pendapatan. Fitur unggulannya adalah BYOD (Bring Your Own Device) Qitacare. Fitur tersebut dapat membantu pasien dan staf Rumah Sakit dalam mengakses layanan kesehatan melalui perangkat pribadi tanpa instal aplikasi. Sehingga Rumah Sakit tidak perlu melakukan investasi perangkat (hardware) tambahan dan dapat menekan biaya perawatan.  

Era turbulensi JKN menjadi tantangan besar bagi Rumah Sakit di Indonesia, sehingga dibutuhkan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Meskipun melakukan efisien biaya operasional, kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien harus tetap terjaga. Qitacare menjadi solusi tepat bagi Rumah Sakit yang ingin meningkatkan efisiensi operasional dan kualitas pelayanan lebih transparan. Sehingga Rumah Sakit lebih fokus akan kebutuhan pasien. Tertarik melihat bagaimana Qitacare dapat diimplementasikan di Rumah Sakit anda ? jadwalkan diskusi produk bersama tim Qitacare.

Spotlight