Transformasi digital menjadi kebutuhan wajib bagi Rumah Sakit saat ini. Dorongan utamanya datang dari tuntutan untuk meningkatkan efisiensi operasional, penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), serta persaingan layanan kesehatan yang semakin ketat. Meskipun beberapa Rumah Sakit sudah mengimplementasikan aplikasi atau software Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), proses implementasinya sering kali tidak berjalan mulus dan penuh tantangan.

Setiap Rumah Sakit memiliki kondisi, budaya kerja, kesiapan infrastruktur, dan sumber daya yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat implementasi sistem baru bukan sekadar memasang software, tetapi sebuah proses transformasi yang memerlukan penyesuaian besar pada alur kerja. Oleh karena itu sebelum berinvestasi, penting bagi manajemen Rumah Sakit untuk memahami tantangan apa saja yang paling sering muncul dalam proses implementasinya.

Tantangan 1 : Resistensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Perubahan Budaya Kerja

Resistensi SDM menjadi salah satu penyebab utama gagalnya implementasi sistem baru. Dikarenakan perubahan dari proses manual ke digital dapat memicu penolakan dari staf yang merasa alur kerja mereka terganggu. Adapun beberapa penyebab umumnya meliputi :

  1. Takut keluar dari zona nyaman : staff sudah terbiasa bekerja dengan sistem manual berbasis kertas. Rutinitas ini membuat mereka enggan mengubah pola kerja yang sudah ada.
  2. Minimnya literasi digital : banyak tenaga medis belum terbiasa menggunakan aplikasi atau software digital sehingga mereka merasa sistem baru justri akan memperlambat pekerjaan mereka.
  3. Persepsi beban kerja tambahan : proses belajar menggunakan sistem baru dianggap membebani di tengah tugas pelayanan yang padat.
  4. Pelatihan yang tidak berkelanjutan : pelatihan yang dilakukan hanya sekali di awal membuat staf kewalahan saat menghadapi kendala teknis.

Tanpa sistem yang intuitif dan infrastruktur yang mendukung, bahkan staf paling antusias pun akan mengalami frustasi.

Tantangan 2 : Infrastruktur Teknologi yang Belum Siap

Kesiapan teknologi adalah fondasi utama keberhasilan implementasi aplikasi atau software Rumah Sakit. Namun, beberapa Rumah Sakit khususnya yang berada di daerah-daerah kecil masih memiliki infrastruktur yang belum memadai. Beberapa hambatan yang umum ditemui antara lain :

  1. Keterbatasan hardware : jumlah komputer yang belum merata di unit layanan, kualitas jaringan internet kurang stabil, dan pasokan listrik yang minim dapat menghambat proses digitalisasi. Tanpa perangkat dan koneksi yang andal, sistem sulit digunakan secara efektif.
  2. Data silo : beberapa Rumah Sakit menggunakan berbagai aplikasi dari vendor yang berbeda dan tidak saling terhubung. Akibatnya, data pasien terperangkap dalam silo informasi dan menghambat koordinasi layanan.
  3. Teknologi yang tidak kompatibel : sistem atau software yang sudah tidak kompatibel dapat menghambat proses integrasi, karena menjadi lambat, mahal, dan berisiko tinggi.

Tantangan 3 : Keterbatasan Anggaran

Manajemen Rumah Sakit kerap memandang implementasi aplikasi atau software sebagai beban biaya, bukan sebagai investasi jangka panjang. Minimnya pemahaman akan Total Cost of Ownership (TCO) membuat proses digitalisasi sering terhenti di tengah jalan. Adapun tantangan finansial ini mencakup : 

  1. Biaya awal yang tinggi : Pembelian lisensi perangkat lunak hanyalah sebagian dari investasi awal. Rumah Sakit perlu menyiapkan perangkat keras seperti server, komputer, jaringan, serta biaya jasa implementasi dari vendor.
  2. Biaya jangka panjang yang terabaikan : Setelah sistem berjalan, Rumah Sakit tetap akan mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan, pembaharuan software lisensi tahunan, dan pelatihan rutin bagi staff.

Tantangan 4 : Keamanan Data Pasien dan Kepatuhan Regulasi

Digitalisasi membuat data kesehatan menjadi aset yang sangat sensitif dan rentan diserang. Oleh karena itu, keamanan dan kepatuhan regulasi menjadi aspek yang tidak bisa ditawar.

  1. Risiko serangan siber : kebocoran data medis dapat menghancurkan reputasi Rumah Sakit dan menurunkan kepercayaan publik. Karena itu, software atau aplikasi Rumah Sakit harus memiliki standar keamanan yang tinggi seperti enkripsi data dan kontrol akses.
  2. Kepatuhan regulasi : Rumah Sakit harus tunduk pada UU No. 27 Tahun 2022 tentang PDP dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ketidakjelasan petunjuk teknis atau regulasi yang saling tumpang tindih dapat menjadi tantangan tersendiri.

Namun secanggih apapun sistem keamanan yang ditawarkan, semuanya tidak akan efektif tanpa tata kelola internal yang kuat.

Tantangan 5 : Lemahnya Tata Kelola Manajemen

Sebagian besar masalah implementasi aplikasi atau software Rumah Sakit ada di tata kelola manajemen yang lemah. Peran pemimpin menjadi penentu keberhasilan transformasi digital. Beberapa kendala yang sering terjadi : 

  1. Minimnya sosialisasi : manfaat dari sistem baru tidak disampaikan dengan jelas kepada staf, sehingga mereka tidak memahami alasan perubahan.
  2. Komitmen yang menurun : dukungan manajemen kuat di awal, tetapi melemah ketika menghadapi kendala.
  3. Tidak ada strategi perubahan manajemen : Rumah Sakit tidak menyiapkan langkah-langkah untuk mengelola transisi dari manual ke digital.
  4. Ketergantungan penuh pada vendor : Rumah Sakit tanpa tim IT internal sering kesulitan ketika vendor tidak responsif.

Memetakan Tantangan Sebelum Memilih Solusi

Tidak ada aplikasi atau software Rumah Sakit yang dapat bekerja secara optimal tanpa kesiapan internal dari Rumah Sakit. Implementasi teknologi bukan hanya tentang membeli software, melainkan proses transformasi yang melibatkan SDM, infrastruktur, anggaran, tata kelola, dan manajemen.

Memetakan kelima tantangan tersebut, menjadi langkah strategis untuk menghindari kegagalan implementasi. Pemahaman ini dapat membantu Rumah Sakit memilih solusi digital yang paling relevan dengan kebutuhan dan budaya kerja mereka.

Sebagai contoh, solusi platform Qitacare yang dirancang untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut melalui pendekatan yang berfokus pada kemudahan adopsi, efisiensi, dan fleksibilitas. Salah satu keunggulannya adalah pendekatan pelayanan kesehatan dengan konsep BYOD (Bring Your Own Device). Dimana memungkinkan Rumah Sakit mengurangi investasi awal terhadap hardware atau perangkat keras sambil mempercepat digitalisasi. Pendekatan ini dapat membantu Rumah Sakit melakukan transisi menuju era smart hospital secara lebih cepat dan terukur.

Spotlight